affiliate marketing

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Google Translate Modified by Reshaaz.Afif.ElAzizy
Home » » Panggil aku sahabat

Panggil aku sahabat


Kuceritakan Kembali Kisah Kita , Sahabat


            Panggil aku sahabat . Itu katamu ketika bertemu untuk kesekian kalinya setelah pertemuan pertana kita di depan papan pengumuman penerimaan siswa baru di SMA kita. Kala itu , aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala , betapa senangya memiliki sebuah sahabat di lingkungan
baru ini. Dan yang lebih menyenangkan lagi , ternyata kita satu kelas , Evan. Sekelas denganmu berarti dapat belajar , mengorol , melihat senyumanmu dan mendengar tawa riangmu selama enam jam sehari dikalikan enam kali seminggu , sama dengan 313 hari setahun (belum dikurangi dengan libur umum dan libur fakultatif).

            “Nad, nanti sore ada olahraga renang dan dinilai!”, Evan mengingatkanku sambil menarik poniku .
“Sepertinya , aku tidak mau berangkat , Van.”
“Kenapa ? Nanti , aku jemput deh .” ujarmu setengah mamaksa.
“Tidak perlu , lagipula …”
“Bagaiman ini ? Biasanya kamu yang paling semangat …” , kau terdiam. Setelah melihat wajahku yang gugup kau lantas tersenyum jenaka.
”Oh … lagi…”
“Ssst! Jangan keras-keras!”, desisku.
“Lagi datang bulan ya ?”, serumu , untung tak banyak orang di kelas pada saat itu.
“Sadis …”, kecamku.
“Hahaha ..”, kau hanya tertawa. Tetapi sore itu , kau juga tak datang , walaupun tidak mungkin mendapat “halangan” , ketika kutanya kenapa , kau hanya bilang ,”Kita sahabat kan?”

  •  

Nadya dan Evan berpacaran , itu yang teman-teman bicarakan. Tetapi , kami tidak pernah menanggapinya ,justru dengan polosnya kau bertanya , “Pacaran itu yang bagaimana , Nad ?”.
Evan … Evan … kau ini datang dari planet mana ? Atau mungkin kau baru saja keluar dari bunker perlindungan perang sehingga ketinggalan zaman? Usiamu 16 , tetapi tidak tahu arti “pacaran”. Waktu itu , aku bilang pacaran itu cinta , tetapi kau masih tidak mengerti. Sampai setahun kemudian, ketika kita duduk di bangku kelas dua, kau datang padaku dengan wajah merah membara, kemudian memberitahuku dengan malu-malu,
            “Aku jatuh cinta Nadya …”

  •  

“Oh … jadi itu orangnya?”, ujarku sambil memperhatikan gadis manis berambut panjang anak kelas tetangga yang kau tunjukkan padaku. Kau mengangguk sambil tersipu.
“Bagaimana menurut kamu?”, tanyamu.
“Nggg …”, aku berfikir sejenak sementara kau menunggu komentarku dengan harap-harap cemas.
“Nggg … bagaimana ya Van , anaknya lumayan …”, jawabku akhirnya.
“Lumayan bagaimana ?”
“Manis , langsing , putih .”
“Benarkah?”
“Iya.”, aku mengangguk . “Namanya siapa?”
“Rani.”

  •  

Semenjak sat itu , nama itulah yang setiap saat kau sebut. Tidak hanya itu, bukumu pun penuh berisi coretan namanya dan namamu dilingkari gambar hati. Norak , pikirku , tetapi akhirnya aku maklum juga , karena kau sedang jatuh cinta. Mungkin nanti aku akan merasakannya , entah dengan siapa. Setelah kukatakan keinginanku padamu , kau malah tertawa. Kau bilang tidak akan rela , aku mengerjakan PR Fisika laki-laki lain selain PR-mu. Kubilang kau egois , tapi kau hanya mengedipkan mata dan tersenyum jenaka.

  •  

Akhirnya saat itu datang juga. Nandika namanya. Dia kakak kelas kita yang juga vokalis band sekolah. Kala itu akupun sama sepertimu , wajahku memerah , jantungku berdebar-debar , dan dengan tersipu aku berkata kepadamu ,
“Van , aku jatuh cinta …”
Dan kemudian aku justru lebih gila darimu. Tidak hanya bukuku yang penuh coretan namanya, tapi juga dinding kamarku dan meja belajarku kupenuhi frame yang membingkai fotonya.
“Norak!”, katamu. Tapi aku tidk perduli , karena kau juga pernah merasakannya. Kau hanya menggelengkan kepala , lalu menyodorkan buku PR Fisikamu kepadaku.
“Kamu boleh lupain aku . Nad , tapi jangan lupa mengerjakan PRku!”, pintamu sambil mengedipkan mata. Dan kita pun tertawa.

  •  

                Hari itu mendung ketika kau mendatangiku dengan wajah murung. Ketika kutanya apa sebabnya , kau hanya menggelengkan kepala, katamu, “Cinta itu menyakitkan…”
                “Van, kau berani jatuh cinta, tentu kaupun harus berani patah hati.”, kataku waktu itu.
                Sebulan kemudian , aku pun patah hati sepertimu. Rasanya sakit sekali. Saat itu kau menatapku sambil berkata,”Kau masih punya aku Nad.”
                Ya Van , saat itu aku masih punya kau yang selalu siap dengan senyummu, atau menemaniku mengerjakan PR. Van, kau memang sahabat yang baik dan semuanya terlalu sempurna terjalin dalam suatu persahabatan sehingga aku takut jika sewaktu-waktu semuanya akan lenyap begitu saja dari hadapanku.

  •  

                  Kini aku berdiri di depan nisanmu, meratapi sisa-sisa kesempurnaan dari sebuah persahabatan. Lalu siapa yang harus kusalahkan? Kau? Yang sama sekali tidak pernah memberitahuku tentang leukimiamu?
                  Sahabatku, ini sangat tidak adil bagiku, karena kau tidak tahu rasanya ditinggalkan.
                  Malam itu, dua hari sebelum kau pergi, kau mendatangiku.
                  “Nad, aku jatuh cinta.”, kau bertanya dengan wajah serius. Kala itu aku tertawa, entah karena gugup atau cemburu.
                  “Perempuan yang mana lagi, Van? Nanti kamu patah hati lagi?”, kelakarku.
                  “Kamu”, jawabmu singkat sambil menatapku tajam.
                  “Hahaha…”, tawaku kering.
                  “Aku serius.”, dan seketika sekujur tubuhku kaku dingin. Aku tahu ini akan terjadi, sebuah penghianatan terhadap persahabatan.
                  “Kenapa?”, tanyaku pelan.
                  “Apa perlu alas an untuk jatuh cinta?”
                  “Van, kamu tahu apa yang telah kita bicarakan? Kita tidak boleh…”
                  “Kamu menyukai aku atau tidak?”, tandasmu, menuntut jawabanku. Aku terdiam, membiarkanmu menunggu komentarku tentang calaon pacarmu.
                  “Nad, aku menunggu …”
                  “Kita sahabat kan Van?”
                  “Iya, tapi kita …”
                  “Kita sahabat… dan itu tidak akan berubah.”, jawabku , dan akupun berlalu meninggalkanmu.
                  Malam itu kau patah hati untuk kedua kalinya. Aku juga. Bahkan aku menangis Van, menyesali keputusanku. Tapi setidaknya aku sudah menggagalkan sebuah penghianatan terhadap persahabatan.
                  Aku menyayangimu, jadi kubacakan puisi ini untukmu, mewakili perasaanku.

                  Aku Ingin
                  Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
                  Dengan kata yang tak sempat diucapkan
                  Kayu kepada api yang menjadikannya abu

                  Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
                  Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
                  Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
                  (Sapardi Djoko Damono)

                  Dan puisi ini kupersembahkan untukmu , Evan , sahabatku.



 Cerpen ini asli karya tulis siswi SmaN 1 Pekalongan
 Dan ditulis Oleh Nadya
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Al-Hadist

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Mengcopy, Asalkan tinggalkan komentar dan jangan lupa beri link sumbernya. Hargai saya dan teman teman saya yang telah susah payah membuat postingan ini :D

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Smansa-x7 - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger